Hal itu terungkap dalam sebuah penelitian bertajuk The Holiday Health Experiment yang didanai sebuah biro perjalanan di Inggris, Kuoni dan lembaga amal Nuffield Health. Penelitian ini melibatkan sejumlah karyawan dengan berbagai pengalaman soal berlibur.
Sebagian partisipan mengambil cuti dan berlibur ke Thailand, sebagian ke Peru dan sebagian lagi ke Maladewa. Sisanya dengan berbagai alasan tidak bisa mengambil cuti, sehingga tetap melanjutkan rutinitas pekerjaan dan kesibukannya di perusahaan.
Dalam periode yang sama, tampak adanya perbedaan pada pola hidup keseharian para partisipan yang pergi berlibur dengan partisipan yang tetap bekerja. Tidak hanya selama berlibur, tetapi efeknya bertahan hingga beberapa bulan setelah kembali masuk kerja.
Partisipan yang pergi berlibur mengalami penurunan tekanan darah rata-rata 6 persen, sementara partisipan yang tetap bekerja justru mengalami peningkatan sebanyak 2 persen. Kualitas tidur pada partisipan yang pergi berlibur meningkat 17 persen, sementara yang tetap bekerja turun 14 persen.
Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa partisipan yang pergi berlibur mengalami penurunan kadar gula darah rata-rata. Padahal biasanya, saat berlibur orang cenderung tidak ingin dibatasi untuk makan yang enak-enak, manis dan banyak lemaknya.
Penurunan kadar gula darah tentu berhubungan dengan risiko diabetes. Makin terkontrol alias tidak pernah melonjak terlalu tinggi, maka risiko untuk mengalami diabetes dengan berbagai komplikasi mulai dari gangguan jantung hingga impotensi juga ikut menurun.
"Untuk pertama kalinya data klinis kami menunjukkan bagaimana liburan membantu para karyawan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan kualitas tidur dan menjaga level stresnya di kadar yang sehat," kata sang peneliti, Dr Lucy Goundry seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (31/1/2013).
http://health.detik.com